Kamis, 22 Maret 2018

Fenomena Kerasukan atau Hambatan Psikologis ??

Fenomena Kerasukan atau Hambatan Psikologis ??

https://api.whatsapp.com/send?phone=6281212233535

IG : @kiawan357

Youtube : Ki Awan


Di masyarakat marak terdengar berbagai kasus kerasukan, baik menimpa individu maupun kolektif ( masal ). Hampir secara berkala kita mendengar berita televisi mengenai fenomena kerasukan masal  murid murid sekolah selevel SLTP / SLTA, dan anehnya most of them menimpa kaum hawa.

Pada suatu waktu belasan  pekerja garmen ( tekstil ) yang didominasi kaum perempuan berteriak teriak histeris siang bolong pada jam kerja. Kasus lain, pekerja mengalami kerasukan dengan meracau dan berperilaku tidak biasa, hanya karena memindahkan barang dari sebuah gudang kosong. Korban korban lain dari peristiwa serupa bertindak di luar kewajaran dari situasi normal keseharian mereka seperti : meronta ronta, menggigil, penurunan kesadaran, susah di ajak komunikasi sampai jatuh pingsan.

Fenomena apakah ini ??

Mari coba kita kaji dari sisi psikologi dan spiritual, agar mendapatkan perspektif berimbang dan kaya alternatif solusi. Sebelum kita tarik kesimpulan umum dan saran ( jadi inget bikin sripsi dulu ),..ada baiknya kita telaah fakta dan data di lapangan.

1.      Kasus “kesurupan” masal kebanyakan menimpa kaum hawa

2.      Fenomena kesurupan amat jarang terjadi pada segmen ekonomi atas

3.      Negara modern mengenal kesurupan ?

4.      Banyak kasus kesurupan, kembali berulang setelah seorang dukun ( juru sembuh ) berhasil mengatasi gangguan

Kasus “kesurupan” masal kebanyakan menimpa kaum hawa

Hal ini bukan berarti kaum laki laki kebal terhadap kesurupan, hanya saja fakta di lapangan lebih menyebutkan perempuan lebih rentan kasus kesurupan masal.
Menjadi pertanyaan menarik mengapa pekerja pabrik yang kebanyakan pria tidak mengalami nya ? Apa hodam / jin pilih pilih dan hanya mau masuk ke raga wanita ?? hehe

Secara psikologis wanita cenderung lebih mementingkan aspek perasaan dan emosi dalam menilai setiap hal atau kejadian dalam hidupnya. Interaksi dengan lingkungan dan orang lain juga tidak lepas dari basic nature ini.

Kita tahu bahwa dalam dunia gaib dan spiritual emosi memegang peranan penting. Sudah sering dibicarakan bahwa mereka yang mengedepankan aspek rasio ( tidak percaya takhayul ) amat jarang mengalami gangguan gaib mapun melihat fenomena tak kasat mata dalam hidupnya.

Wanita juga memiliki tingkat empati  umumnya lebih tinggi dari pria, sehingga mereka mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang terdekatnya. Gabungan antara emosi, perasaan & empati tinggi menyebabkan mereka rentan terhadap kesurupan yang seolah “menular” dari satu orang ke lainnya di sebuah tempat & peristiwa  sama.

Tentu hal hal di atas baru sebatas asumsi dan perlu kajian mendalam lebih lanjut. ;)



Fenomena kesurupan amat jarang terjadi pada segmen ekonomi atas

Pernahkah anda melihat orang kaya dengan rumah mewah dan segudang mobil mengalami kesurupan ? Bila Ya, seberapa sering hal ini terjadi di sekitar kita. Bandingkan dengan mereka yang hidup jauh di bawah garis kemiskinan yg termasuk kaum marginal.

Apakah jin agak males utk masuk ke raga orang berduit ??? wkwkwkwk.......Ataukah sekedar kebetulan belaka ?

Bagi mereka yang hidup pas pasan, berjuang untuk makan pun sulit....baik di pemukiman padat maupun pedesaan, kejadian kesurupan telah menjadi bagian dari keseharian. Tampaknya tekanan ekonomi amat mempengaruhi kondisi psikis mereka.

Jiwa yang lelah rentan menjadi sasaran empuk serangan gaib. Suka atau tidak suka, kelelahan  mental ( fatique ) dan juga fisik menyebabkan pertahanan jiwa kurang maksimal. Sama persis sebuah bakteri mudah masuk ke mereka yang sedang tidak fit / bugar. Tidak mengherankan hodam luar mudah menyerang mereka, dan menimbulkan kerasukan.

Apakah fenomena kesurupan lebih merupakan represi mental yang keluar pada situasi tertentu sebagai akibat berbagai tekanan hidup ( ekonomi diantaranya ) ??

Tekanan mental yang “seharusnya” hanya bocor dan keluar sebatas simbol simbol dalam mimpi ( bawah sadar )...malah muncul menjadi sebuah perilaku nyata antara sadar dan tidak.

Sebuah Pejalan tidur misalnya,...apakah sekedar gangguan tidur biasa ? atau karena ada faktor mental yang berperan. ?

Bagaimana dengan kerasukan.,...apakah tidak lebih dari pada manifestasi “mimpi” yang berlebihan dan terjadi saat kondisi tidak tidur ??

Sebegitu parahkan kondisi mental orang yang rentan kesurupan sehingga memunculkan bayangan bayangan tertentu dalam pikirannya ? Dimana seolah olah dia merasakan ( bahkan melihat dalam pikiran ) ada jin yang bercokol di dalam raga.

Pertanyaan pertanyaan ini penting kita resapi apabila ingin menilik lebih dalam fenomena kesurupan sebenarnya.Seorang juru sembuh khususnya dan praktisi berpengalaman harus mampu membedakan, mana kejadian kesurupan murni karena gangguan gaib, atau sekedar karena ketidakmampuan psikis semata.

Salah satu ciri mencolok yang sedikit banyak bisa dipakai sebagai bagian dari assessment adalah : ketika pasien diminta menyebutkan nama Tuhan, Allah Yang Maha Kuasa atau nabi atau nama nama orang suci ia mampu menyebutkan dengan lancar dan gampang, itu pertanda kerasukan akibat pikiran sendiri.

Sebaliknya ketika pasien ketakutan dan kesulitan atau terbata bata bahkan menolak sama sekali dalam mengucapkan sebuah doa, atau menyebut Tuhan Yang Maha Esa, bisa jadi ada gaib yang memang merasukinya.

Memang, hal ini tidak bisa melulu dan mutlak dijadikan patokan, ada kasus pengecualian dimana gaib merasuki namun pasien dengan lancar mengucapkan doa doa tertentu. Sekali lagi, perlu pengamatan  detail  sekaligus bijak dalam proses pengukuran. Ketergesaan tidak perlu dan terburu buru berlebihan hanya akan berujung  hasil fatal.

Kembali kepada aspek ekonomi, coba anda amati apakah mereka yang terkena kesurupan rata rata memiliki pekerjaan tetap ? memiliki hobi dan pintar bergaul di tengah masyarakat ? atau sebaliknya mereka cenderung pasif, hidup monoton tanpa pekerjaan  jelas, tanpa daya, tdk ada usaha sampingan atau keinginan utk meningkatkan taraf hidup. Tidak memiliki kreativitas dan kemauan keras untuk berusaha.

Coba amati lagi dari sisi keaktifan olah gerak fisik, apakah mereka yg kesurupan cenderung berlatar belakang aktif berolah raga ? sehat secara fisik ? atau sebaliknya, lemah fisik, sakit menahun misal asma tak kunjung sembuh, maag kronis yang kerap kambuh, tidak pernah berolah raga, bahkan sekedar joging pun sudah tidak memiliki waktu lagi.

Slogan “Mens sana in corpore sano ” (dalam tubuh sehat terdapat jiwa sehat )
Kiranya nyata  berkontribusi dalam fenomena kerasukan.

Menjadi menarik untuk studi lanjutan, seberapa banyak secara statistik para pemain sepak bola dan basket atau badminton di level nasional atau bahkan internasional pernah mengalami kerasukan, dibandingkan dengan mereka yang tidak aktif berolah raga.

Negara modern mengenal kesurupan ?

Bila anda memiliki kerabat dan kolega yg lama bermukim di negara maju, coba tanyakan kepada mereka apakah fenomena kesurupan terjadi.

Tanyakan juga kepada mereka yang pernah berada di negara dunia ketiga..... atau mereka yang pernah bermukim di kebudayaan lain, seperti Rusia misalnya.

Ataukah fenomena kerasukan “hanya” identik dengan suatu daerah ( negara ) yang kental adat istiadatnya ? seperti indonesia. Bagaimana dengan Thailand, malaysia, brunei, atau Jepang ? Negara matahari terbit yang tersohor dengan mix culture, between kecanggihan teknologi sekaligus tradisi.

Sebagai sebuah “diagnosa” awal, tampaknya ada sebuah korelasi antara sistem belief  ( kepercayaan ) masyarakat dengan frekuensi terjadinya kerasukan. Bagi mereka yang sejak kecil lahir, tumbuh dan akrab dengan kepercayaan dimana hal hal tahayul menjadi sebuah penjelasan masalah, kemungkinan besar kembali menggunakan value dan sistem nilai “primitif” tersebut sebagai acuan & filter persepi  pemikirannya.

Coba bandingkan dengan seseorang yang sejak bayi sampai remaja tidak pernah bersinggungan dengan hal hal takhayul, misal latar belakang kedua orang tua adalah dokter / dosen di sebuah perguruan tinggi. Dan dia tumbuh besar di  perkotaan negara maju. Contoh nya new york / washington dc. Kira – kira seberapa besar ketika dewasa mengalami probabilitas kesurupan, bahkan ketika ia bermukim di sebuah pedalaman Nusantara dalam waktu lama ( misal 20 th ). ??

Dengan back ground seperti itu dapat diprediksi kecil kemungkinan ia mengalami kesurupan. Kalau pun mungkin ia secara mental lemah bahkan mengalami mental disorder ( gangguan kejiwaan ), maka bisa “dipastikan”  akan termanifestasi dalam bentuk bentuk lain, misal depresi, manic depresif, obsesive compulsive dll.....Mengapa bisa demikian ? Karena pikirannya tidak mengenal kata kesurupan.
Tidak ada kamus kesurupan sepanjang bayi s/d remaja dalam pola asuh dan lingkungan sekitarnya. 

Dia dibesarkan dari kalangan akademisi, hidup di perkotaan negara maju dimana tentu aspek nalar dan rasio menjadi pertimbangan utama upon the other matter. Dengan set pikiran mental demikian, baik secara sadar maupun unconscious,Ybs tidak mampu memunculkan kesurupan dari pikiran sendiri, karena ybs tidak mengenal, tidak paham, tidak tahu apa itu konsep kesurupan.

Kesurupan menjadi sebuah konsep asing bagi dinya. Hal ini ibarat memberi tahu rasa sebuah singkong  panggang kepada orang di antartika yang bahkan belum pernah liat gimana tu bentuk pohon singkong. ;)

Apakah orang ini masih bisa kesurupan  ? ya bisa saja, kemungkinan selalu ada. Kesurupan bisa menimpa siapa saja, baik raja, pejabat, pengemis, maupun artis. Hanya probabilitas nya saja yg berbeda beda. Toh kesurupan karena gangguan gaib dan serangan oknum dukun gelap selalu mengintai bukan ?

Banyak kasus kesurupan, kembali berulang setelah seorang dukun ( juru sembuh ) berhasil mengatasi gangguan
                      
Hal terakhir dan kiranya terpenting dari pembahasan ini adalah adanya pasien kerasukan yg kembali mengalami kerasukan setelah selang beberapa hari. Kejadian ini bahkan bisa berlangsung berkali kali selama berbulan bulan bahkan tahun. Mengapa demikian ??

Dari pengalaman penulis sendiri, hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor, dan gabungan banyak faktor pencetus. Secara umum, dari sisi mistis bilamana juru sembuh telah berhasil mengusir roh dari badan korban, seharusnya roh yg sama hampir tidak mungkin kembali merasuki korban. Hal ini telah menjadi semacam kode etik dalam dunia gaib itu sendiri. Ibarat petarung yang kalah hampir mustahil menantang kembali dalam waktu dekat.

Bila korban mengalami kerasukan berkali kali dengan roh berbeda beda, patut menjadi pertanyaan apakah ada faktor fisik yang mempengaruhi ? korban lemah secara mental dan ekonomi ? apakah korban cenderung tidak kuat terhadap stress ?

Yang sy ingin sampaikan adalah kerasukan merupakan fenomena tidak biasa apalagi bila terjadi berulang kali. Untuk itu harus diselidiki latar belakang keluarga, pola asuh masa kecil, kejadian traumatis, riwayat genetis, riwayat penyakit medis dll kepada korban kesurupan berulang, hingga diperoleh data akurat.

Dalam penanganan, ada baiknya juru sembuh aktif melibatkan korban dalam membuat benteng pertahanan bagi dirinya. Sehingga ia tidak terus tergantung kepada praktisi gaib sepanjang hidup.

Terkadang praktek dilapangan kita tidak selalu bisa membagi korban kerasukan menjadi 2 sumber, yaitu sumber internal dan eksternal. Sering kali yang terjadi adalah campuran diantara keduanya.

Korban secara mental lemah dan sering memunculkan  “roh” “roh” dalam dirinya sendiri yang sebenarnya tidak ada secara gaib. Di sisi lain, karena lemah secara fisik ditambah belief kental kehidupan mistis, ybs kerap sungguh sungguh kerasukan roh dari luar. Oleh karena itu tentu saja penanganan holistik diperlukan utk kasus seperti ini.

Sebagai penutup bagian ini, ciri dari orang yang tidak benar benar kerasukan jin / roh eksternal, biasanya adalah terjadi lagi setelah beberapa hari. Sekali lagi ini hanya ciri dominan dan tidak harus demikian.
Hal ini penting dicamkan agar jgn sampai penyembuh terjebak kepada permainan pikiran sang pasien sendiri. Segera alihkan ke ranah psikologi  profesional bahkan psikiater bilamana menemukan kasus kerasukan berulang. Karena pendampingan  kontinu dengan dasar dasar ilmu perilaku mutlak diperlukan agar akar masalah dapat diselesaikan tuntas.

Ada bahaya besar dari pasien yang memunculkan “roh” hasil imajinasi sendiri. Saking real nya, dan saking menjiwainya pasien akan “roh”( sebenarnya tidak ada ) tersebut maka perilaku yang muncul seakan akan sama persis dengan kerasukan sebenarnya. Tentu bagi penyembuh amatir dan kurang berpengalaman akan mengira ada roh / jin yang bercokol dalam raga pasien. Apalagi bila kemampuan gaib juru sembuh dalam trawangan ( mata batin )  lemah, maka dapat dipastikan diagnosa tidak tepat dan cenderung mengamini sang pasien diserang roh dari luar. Hal ini akan berakhir dengan tindakan keliru dan penanganan yang rentan membentuk lingkaran setan. Pasien “kerasukan” – disembuhkan – kembali “kerasukan” dan seterusnya.

Bisakah Pikiran negatif terus menerus dan halusinasi / imajinasi akan “roh” malah mendatangkan roh dari luar secara nyata ? Jawabannya bisa !!. Tentu hal ini tergantung seberapa kuat imajinasi dan seberapa kronis daya imajinasinya. Namun demikian, amat jarang kekuatan imajinasi seseorang sanggup mengundang roh yang sampai menyebabkan dirinya kerasukan. Yang lebih sering terjadi adalah pikiran diri sendiri menyebabkan seolah olah dirinya kerasukan. Kalau pun ada roh luar yang masuk karena pikiran negatif, biasanya kadar power lemah dan tidak bisa sampai menyebabkan kerasukan.

Roh roh luar hasil “panggilan” pasien sendiri itulah yang seringkali disalah tafsirkan oleh penyembuh pemula. Padahal bukan itu akar rumput masalahnya. Mencabut roh roh eksternal lemah itu tidak akan menyelesaikan problem, malah semakin meyakinkan pasien akan sistem kepercayaannya dan kembali menempatkan diri terpuruk lembah kelam salah persepsi self belief.

Saya pertegas, juru sembuh harus benar benar mampu melihat jelas mana roh luar yang mengendalikan raga korban kerasukan dan mana roh roh luar yang sekedar bercokol tp bersifat minor dan “tidak berbahaya”. Bukan tidak mungkin dalam raga seseorang banyak bercokol beberapa roh sekaligus, bahkan diantara roh roh itu banyak roh yang sebenernya bersifat putih / posifif yang  membantu kehidupan pribadi sang korban.

Bilamana ilmu gaib trawangan dan ilmu khodam penyembuh masih di level rendah, tentu menggolongkan mana hodam putih dan mana hodam gelap sebagai basic pun merupakan pekerjaan  sulit.

Agar tidak bingung, dari berbagai uraian di atas dapatlah kita golongankan kerasukan secara umum menjadi dua tipe berdasarkan sumber roh :

1.      Kerasukan karena roh roh luar, kita kenal ini kerasukan yang sebenarnya
2.      Kerasukan karena pikiran sendiri, kita kenal ini sebagai kerasukan palsu / kerasukan internal / Kerasukan semu. Karena secara gaib, tidak ada roh yang merasuki badan korban.



Saran dan Kesimpulan :

Kita sebagai bagian dari society, secara bijak janganlah cepat memberi label fenomena kerasukan semata mata karena gangguan mahluk gaib. Sebaliknya menjadi catatan kita semua, diperlukan banyak obervasi utk menentukan sumber dan solusi yang tepat.

Sebagai praktisi kebatinan, ada baiknya dibekali pengetahuan  ilmu kejiwaan ( psikologi – ilmu perilaku ) sehingga bisa lebih mudah mendiagnosa pasien.

Penanganan pasien kerasukan baik individual mapun masal harus dilakukan secara cermat, cepat, dan berhati hati. Pantang dilakukan berbagai tindakan fisik yang dapat menyebabkan penderitaan bagi pasien, bahkan resiko kematian. Apapun tujuannya, sebuah tindakan kurafif harus dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek aspek keselamatan jiwa raga korban.

Tahap akhir yang paling penting dalam penanganan korban kerasukan adalah post counseling, yang dilakukan juru sembuh setelah kejadian kerasukan berlangsung. Post counseling sebaiknya dilakukan setelah beberapa hari kejadian sehingga pasien memiliki cukup waktu untuk recovery mental juga fisik.

Melakukan post counseling sesaat setelah pasien sadar hanya akan menambah beban korban yang sedang dalam kelelahan. Bayangkan bila itu tetap dilakukan ditengah kerumunan massa atau keluarga yang menonton ! Sungguh tidak nyaman dan etis bukan ?

Maka dari itu bila memungkinkan penanganan korban kerasukan harus dilakukan dalam sebuah ruangan tertutup yg nyaman, dihadiri beberapa orang anggota keluarga terdekat saja.

Tempat penanganan yang proper dan tepat menjadi hal crusial, terutama dalam kasus kerasukan masal. Segera isolasi mereka yang mengalami kerasukan di ruangan berbeda, agar jangan sampai mempengaruhi atmosfer para pekerja / siswa / orang lain di sekitarnya dan menimbulkan efek domino“menular” .

Bagaimana Teknis Penyembuhan Korban Kerasukan ?

1.      Jangan pernah cepat berasumsi bahwa kerasukan selalu karena roh dari luar

2.      Lakukan observasi cermat dan berhati hati dalam menarik kesimpulan

3.      Bagi juru sembuh berpengalaman, kerasukan baik dari dalam maupun luar bisa disembuhkan dalam beberapa menit (kurang dari 5 menit ), bahkan pada tahap ekstrim kerasukan roh luar dapat dicabut secepat kebasan tangan saja.

4.      Bagi yg blm berpengalaman, penanganan kerasukan akan berjalan lambat dan menimbulkan kelelahan sang pasien. Hal itu bisa berlangsung  2 -4 jam bahkan lebih. Pada tahap ekstrim bisa sampai 24 jam atau lebih. Tentu menjadi fatal dan mengancam jiwa karena kondisi fisik korban terus merosot, sedangkan tubuh perlu makanan minuman untuk tetap hidup.

5.      Penyembuhan roh luar bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan, keagamaan adalah salah satunya. Menggunakan berbagai macam bentuk doa, misalnya ayat kursi bagi umat islam yang sudah amat terkenal aplikasinya. Agama lain menggunakan doa doa yang disesuaikan dengan kepercayaan dari sang juru sembuh. Bila mana pasien dan juru sembuh kebetulan satu agama / aliran kepecayaan maka tentu teknik ini menjadi kelebihan tersendiri. Karena pasien lbh mudah utk diajak bekerjasama dalam mengucapkan doa doa yang diarahkan juru sembuh.

Reaksi akan berbeda beda tergantung jenis roh luar yg masuk ke dalam raga pasien. Ciri umum adalah pasien merasakan hawa panas akibat kekuatan aura doa tersebut. Penyembuh juga bisa menggunakan simbolisasi agama seperti berbagai tokoh orang suci dalam proses ini.

6.      Penyembuhan dengan teknik simbol keagamaan bahkan dapat dipergunakan dalam kasus kerasukan internal. Pada intinya sang pasien diberi sugesti untuk mengusir menggunakan kekuatan tokoh suci dari sistem kepercayaan / agama yang dianut. Sang juru sembuh hanya bertindak sebagai moderator / pengarah saja. Sang pasien lah yang mengusir “roh” tersebut dan membebaskan dirinya sendiri dari belengu pikiran fiktif.

7.      Penyembuhan kerasukan menggunakan mantera khusus / campuran doa. Juru sembuh yang memiliki bacaan khusus utk penanganan kerasukan biasanya lebih cepat dalam mengatasi masalah kerasukan roh luar. Terkadang bentuk mantera bercampur dengan doa sesuai agama / kepercayaan yang dianut sang penyembuh.

Dalam aplikasinya penyembuh berusaha hanya mengandalkan kekuatan dirinya sendiri. Kelemahan dari teknik ini adalah tidak dilibatkannya pasien, sehingga pasien pasif juga tidak mendidik mental korban jika sewaktu waktu mengalami kejadian sama.
Kelebihan teknik ini selain relatif cepat juga berguna ketika pasien mengalami kondisi ekstrim tidak sadarkan diri / susah diajak komunikasi bahkan mengamuk dan meronta ronta hebat.

8.      Teknik tenaga dalam, aura tubuh juru sembuh digunakan sebagai sumber kekuatan utama menarik roh luar keluar dari raga pasien. Juru sembuh yang bisa mengendalikan tenaganya secara sempurna tentu amat mudah dalam menyelesaikan persoalan kerasukan ini. Tinggal perang kekuatan saja antara power jin/roh dan dirinya. Bisa saja dalam sekali tarikan napas masalah selesai hehehehe apalagi bila teknik hawa murni ini digabungkan dengan kekuatan batin penyembuh, ibarat mengambil permen dari bayi semata.!

9.      Teknik sugesti, biasanya  berguna dalam praktek lapangan, dimana pasien yg masih bisa diajak komunikasi diminta untuk bersama sama bangkit melawan roh dalam dirinya. Teknik ini akan efekfif bila berdiri bersama teknik lain, misalnya teknik doa.

10.  Penyembuhan kerap kali dilakukan dengan berbagai penekanan bagian tubuh pasien guna memperlancar jalur “keluar” sang roh. Misal pembacaan doa di kuping kiri pasien sambil memencet jempok kaki pasien. Atau menekan ibu jari kaki dengan merica sambil dibacakan mantera, aliran lain menekan dan meniup ubun ubun sang pasien.dll.

Kombinasi teknik fisik ini sah sah saja selama tidak menyakiti pasien dan sifatnya tidak berefek fatal. Adalah malpraktek bilamana juru sembuh mencekik pasien dengan tujuan mengeluarkan roh dari badan. (Yang ada roh keluar bersama jiwa pasien.......... urusan  ribet dah.) Tampak konyol bukan ? percaya atau tidak hal ini kerap terjadi, karena asumsi menyiksa raga pasien sama saja menyiksa roh dan berharap roh keluar secepatnya.  (Very stupid thought )

11.  Satu hal terkadang dilupakan juru sembuh adalah finishing akhir setelah roh berhasil dicabut keluar. Yakni berupa transfer energi dan pemagaran badan pasien. Hal ini penting agar kondisi pasien cepat recover ke kondisi semula, juga tidak ada hodam luar yang masuk kembali ke badan pasien. Transfer energi bisa dilakukan dengan berbagai metode sesuai aliran masing masing sang paranormal. Media air putih biasa adalah terfavorit ;)

Begitu jg dengan pemagaran badan, ada teknik tiup,..teknik sembur, teknik napas ( prana ), teknik kedutan perut, teknik mantra, menggunakan ageman, gabungan berbagai teknik sekaligus, dll. Beberapa dukun juga menggunakan teknik semburan air doa / campuran air dengan media tertentu dalam mengusir roh ketika proses penanganan kesurupan berlangsung.

Konseling Pasca Kerasukan, khususnya utk kerasukan internal ( kerasukan palsu / semu ) berulang :

Sekedar sembuh ketika kerasukan tidaklah cukup, masalah belum dikatakan selesai. Cobalah setelah 3-4 hari atau sepekan dari kejadian, juru sembuh mendatangi pasien kerasukan internal berulang, untuk konseling selama kurang lebih 30 menit. Ini amat penting untuk memutus siklus sembuh – kambuh. Hal ini juga sebenarnya amat baik dilakukan bagi semua korban kerasukan secara umum, sebagai preventif di masa depan.

1.      Tanyakan waktu itu apa yang ia alami, rasakan , lihat dan dengar

2.      Tanyakan proses yang terjadi sebelum kerasukan, selama proses penyembuhan, sampai sadarkan diri, apa yang dirasakan dan alami.

3.      Dari poin 1 & 2, bilamana ada indikasi stress berat juga gangguan psikologi ( perilaku ) yang memerlukan penanganan terprogram, jangan ragu sarankan bantuan profesional seperti psikolog / psikiater kepada pasien dan keluarga.

4.      Tanamkan sugesti positif dan cara cara menguatkan mental pasien agar ia dapat menumbuhkan benteng pertahanan diri alami dari dirinya. Ajari utk melakukan afirmasi self hipnosis beberapa kali setiap hari sebelum tidur malam. Bila perlu boleh diberikan anjuran doa khusus sesuai agama / kepercayaan pasien.

5.      Beri pemahaman fenomena kerasukan itu seperti apa dan bagaimana kaitannya dengan kapasitas mental dan juga kebugaran badan.

6.      Pada intinya berikan pemahaman bahwa ia berkuasa atas dirinya sendiri, bukan orang lain dan bukan siapa pun, termasuk mahluk gaib, jin dan roh. Tidak ada yg perlu ditakuti kecuali Tuhan Maha Sempurna. Setiap mahluk asing yg masuk atau  hendak masuk dalam pikiran dan jiwa raganya mudah diusir dengan kekuatan diri sendiri dan bantuan pertolongan Tuhan.

7.      Ajak pasien untuk berolah raga aktif secara rutin untuk mengusir rasa jenuh dan meningkatkan daya tangkal stress

8.      Sarankan pasien utk  rajin relaksasi, meditasi dan olah napas agar hormon reduce kadar stress dan menguatkan imunitas diri baik fisik maupun mental

9.      Tumbuhkan kesadaran diri, kepercayaan diri, kemauan bangkit berusaha untuk terus hidup dengan bijaksana jauh dari pikiran negatif dan mampu berdikari sendiri

10.  Semua proses ini tentu mustahil dilakukan dalam sekali kesempatan, paling tidak dasar dasar utama bisa diinfokan kepada korban.

11.  Jangan lupa libatkan dukungan keluarga dan orang terdekat, karena sosialisasi dan daya dukung sekitar amat diperlukan korban selama masa pemulihan.

12.  Ajak pasien bersosialisasi dalam berbagai kegiatan +, misalnya kerja bakti, donor darah,  kegiatan keagamaan, kepemudaan, karang taruna,  bakti sosial,  atau komunitas hobi, dsb

13.  Berikan penyuluhan kepada korban dan keluarga bahwa percaya hal hal gaib adalah hak setiap orang, namun mempercayai hal itu berlebihan tanpa disertai nalar sehat hanya akan membawa kesengsaraan semata. Giring ke pola berpikir rasional dan sehat serta selalu percaya kepada pertolongan Tuhan Yang Maha Esa. Bijak dalam mengambil asumsi dan tidak cepat percaya akan hal hal berbau takhayul / mistis.

Cheers,

Ki Awan
Magic Glow Team
**. Hati hati segala bentuk penipuan !! yang mengatasnamakan Ki Awan / Magic Glow Team. Komunikasi selalu dilakukan melalui 2 alternatif berikut :

www.magicglowteam.com  /  WA : 0812-1223-3535



Tidak ada komentar:

Posting Komentar